selamat datang **** sugeng rawuh **** ahlan wa sahlan **** http://www.facebook.com/pustakawankaranganyar **** deche.ygo@gmail.com

Saturday, 28 January 2012

Antara Profesionalisme dan Kekeluargaan



“Mbak!, tolong map plastiknya jangan di bawa masuk ya.” Ungkapan ini terkadang sering kita dengar di perpustakaan khususnya antara petugas layanan dengan pemustaka. Dari hal sederhana itu dapat memunculkan berbagai persepsi baik pada diri petugas maupun pemustaka sendiri. Dapat sebagai persepsi positif atau sebaliknya sebuah keterpaksaan yang harus dilakukan.

Pada diri seorang pemustaka yang terdidik, dalam arti mengerti peraturan dan keadaan layanan di perpustakaan tersebut, ungkapan seperti di atas akan dirasa biasa saja bahkan dapat dianggap sebagai sapaan atau wujud perhatian petugas.kepada pemustaka. Hal ini diperkuat lagi dengan keakraban dan rasa kekeluargaan yang telah lama terjalin antara petugas dengan pemustaka tersebut. Namun, akan dinilai berbeda bagi pemustaka yang ini merupakan kali pertamanya mengenal perpustakaan. Jika mereka awam dengan hal- hal semacam itu., dapat timbul ketidak nyamanan atau rasa keengganan berkunjung untuk kali berikutnya. Jika hal- hal ini tidak segera direspon baik oleh para pustakawan khususnya pada bagian layanan, dapat berimbas pada turunnya citra perpustakaan itu sendiri.
Pada dasarnya hal demikian itu merupakan suatu bentuk pertentangan tersendiri bagi petugas, antara menjalankan peraturan (profesionalisme kerja) dengan upaya menumbuhkan rasa kekeluargaan dengan pemustaka. Peraturan yang sejatinya bertujuan untuk kelancaran layanan perpustakaan dapat dipandang sebagai wujud pembatasan ruang gerak pemustaka. Bisa jadi  dikarenakan terlalu kompleksnya peraturan itu atau kurangnya sosialisasi petugas kepada pemustaka sendiri.
Fenomena semacam ini sering kita jumpai terutama pada perpustakaan- perpustakaan yang tatarannya masih berkembang. Namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula pada perpustakaan- perpustakaan maju jika sikap pustakawan di dalamnya kurang resposible.
Untuk merespon hal semacam ini, pustakawan dituntut memiliki etos kerja yang unggul. Seperti yang dikemukakan oleh Jansen Sinamo yang dijuluki “ Sang Bapak Etos Kerja”. dalam  bukunya yang berjudul ‘8 ETOS KERJA PROFESIONAL: Navigator Anda Menuju Sukses” bahwa manusia itu pada dasarnya adalah pencari kesuksesan.  Arti sukses itu sendiri dipandang relatif oleh sebagian masyarakat dari segi pencapaiannya, namun ada satu hal yang tetap dilihat sama oleh masyarakat dari zaman apapun yakni cara untuk mencapai kesuksesan dengan 8 etos kerja berikut ini:
1.   Kerja adalah Rahmat: Bekerja Tulus Penuh Syukur.
Bekerja adalah rahmat yang turun dari Tuhan, oleh karena itu harus kita syukuri. Bekerja dengan tulus akan membuat kita merasakan rahmat lainnya sebagai berikut:
·       Kita dapat menyediakan sandang-pangan untuk keluarga kita dengan gaji yang kita dapat.
·       Kita diberi kesempatan untuk bisa bergaul lebih luas serta meningkatkan kualitas diri ke tingkat yang lebih tinggi hingga kita  bisa tumbuh dan berkembang.
·       Kita bisa memaksimalkan talenta kita saat bekerja.
·       Kita bisa mendapatkan pengakuan dan identitas diri dari masyarakat dan komunitas.

2.   Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab.
Amanah melahirkan sebuah sikap tanggung jawab, dengan demikian maka tanggungjawab harus ditunaikan dengan baik dan benar bukan hanya sekedar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang didelegasikan kepada kita akan menumbuhkan kehendak kuat untuk melakasanakan tugas dengan benar sesuai job description untuk mencapai tujuan atau target yang telah ditetapkan sejak awal sesuai dengan visi dan misinya.

3.   Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas Penuh Integritas.
Dalam konteks pekerjaan, panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan hendaknya memenuhi tuntutan profesi. Profesi yang kita jalani untuk menjawab panggilan kita sebagai hakim, dokter, pustakawan dsb. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati, segenap pikiran, segenap tenaga kita secara total, utuh dan menyeluruh.

4.   Kerja adalah Aktualisasi: Bekerja Keras Penuh Semangat.
Aktualisasi adalah kekuatan yang kita pakai untuk mengubah potensi menjadi realisasi. Tujuan dari sikap aktual ini adalah agar kita terbiasa bekerja keras dan selalu tuntas untuk mencapai mimpi dan keinginan kita tanpa merubah diri kita menjadi pecandu kerja. Ada tiga cara mudah untuk meningkatkan etos kerja keras, yaitu:
·       Kembangkanlah visi sebagai ilham untuk bekerja keras.
·       Kerja keras merupakan ongkos untuk mengembangkan diri kita.
·       Kerja keras itu baik, menyehatkan dan menguatkan diri kita.

5.   Kerja adalah Ibadah: Bekerja Serius Penuh Kecintaan.
Segala pekerjaan yang diberikan Tuhan kepada kita harus kita syukuri dan lakukan dengan sepenuh hati. Tidak ada tipe atau jenis pekerjaan yang lebih baik dan lebih rendah dari yang lain karena semua pekerjaan adalah sama di mata Tuhan jika kita mengerjakannya dengan serius dan penuh kecintaan. Berbekal keseriusan itu maka hasil yang akan kita peroleh juga akan lebih dari yang kita bayangkan, begitu pula jika pekerjaan yang kita lakukan didasarkan oleh rasa cinta. Seberat apapun beban pekerjaan kita, berapapun gaji yang kita dapatkan dan apapun posisi yang kita pegang akan memberikan nilai moril dan spirituil yang berbeda jika semua didasari dengan rasa cinta. Jadi ingat, bekerja serius penuh kecintaan akan melahirkan pengabdian serta dedikasi terhadap pekerjaan.  

6.   Kerja adalah Seni: Bekerja Cerdas Penuh Kreatifitas.
Bekerja keras itu perlu, namun bekerja dengan cerdas sangat dibutuhkan. Kecerdasan disini maksudnya adalah menggunakan strategi dan taktik dengan pintar untuk mengembangkan diri, memanfaatkan waktu bekerja agar tetap efektif dan efesien, melihat dan memanfaatkan peluang kerja yang ada, melahirkan karya dan buah pikiran yang inovatif dan kreatif. Hasilnya, tentu saja daya cipta kita bukan hanya disenangi oleh pemimpin perusahaan tetapi juga oleh orang lain karena semua yang kita hasilkan itu adalah karya seni.

7.   Kerja adalah Kehormatan: Bekerja Tekun Penuh Keunggulan.
Kehormatan diri bisa kita dapatkan dengan bekerja. Melalui pekerjaan, maka kita dihormati dan dipercaya untuk memangku suatu posisi tertentu dan mengerjakan tugas yang diberikan kepada kita termasuk segala kompetensi diri yang kita miliki, kemampuan dan kesempatan dalam hidup. Rasa hormat yang terbentuk dalam diri kita akan menumbuhkan rasa percaya diri yang akan meningkatkan keinginan kita untuk bekerja lebih tekun.


8.   Kerja adalah Pelayanan: Bekerja Paripurna Penuh Kerendahan Hati.
Tahukah Anda kalau ternyata hasil yang kita lakukan dalam bekerja bisa menjadi masukan untuk orang lain dan begitu pula sebaliknya. Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan kontribusi kepada orang lain agar mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan lebih mudah. Jadi, bekerja juga bisa kita golongkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kita terhadap orang lain.

Disamping etos kerja dibutuhkan, pustakawan harus secara aktif mengembangkan kemampuan komunikasi berupa dialektika, bahasa tubuh ataupun mengaplikasikan kajian pemakai sebagai metode pendekatan dengan pemustaka. Selain itu dari kebijakan perpustakaan sendiri juga berperan besar dalam upaya pendekatan ini. Antara lain dengan penyusunan peraturan yang berorientasi pada kenyamanan pemustaka. Selain itu dapat melalui kegiatan pendidikan pemakai yang secara kontinyu di adakan dan secara kualitas ditingkatkan .
Tidak dipungkiri bahawa usaha semacam ini tentu kurang efektif  jika tidak dibarengi dengan iklim pemustaka yang seimbang. Iklim disini dapat diartikan bermacam- macam mulai dari latar belakang kepribadian, budaya baca, kesukuan, profesi, jenis kelamin, motifasi, kematangan mental sampai usia juga berpengaruh. Namun dari berbagai iklim tersebut dapat dianalogikan bahwa dengan berbagai potensi yang dimiliki pemustaka, akan mudah dipenuhi jika kebutuhan pemustaka pada waktu itu cepat direspon. Hal ini berarti sikap tanggap dari petugas menjadi hal yang mutlak.
Kebutuhan pemustaka tersebut tidak berarti secara keseluruhan terpenuhi jika kondisi pemustaka yang berkunjung relatif banyak. Tentu hal ini juga akan terbentur pada keterbatasan jumlah petugas yang ada. Informasi yang tepat, cepat, dan penyampaian yang baik dari petugas dapat mengarahkan pemustaka untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Dari paparan diatas dapat ditarik gambaran bahwa antara profesionalisme kerja dan  rasa kekeluargaan yang terjadi antara petugas dengan pemustaka dapat berjalan searah. Dapat diukur melalui peningkatan kualitas skill petugas maupun sejauh mana upaya perpustakaan dalam menciptakan citra baik kepada pemustaka melalui layanan dan peraturannya. Dengan upaya tersebut secara bertahap akan berimbas pada peningkatan budaya perpustakaan pada diri pemustaka.
Budaya perpustakaan pada diri masyarakat berdampak pada peningkatan perpustakaan. Permintaan dan kebutuhan informasi dari pemustaka yang meningkat akan menjadi tantangan tersendiri bagi perpustakaan sebagai salah satu lembaga pendidikan bangsa. Perkembangan IPTEK dapat sebagai potensi jika adaptasi perpustakaan cepat namun menjadi ancaman bila ada ketidaksiapan dari perpustakaan. Di era sekarang ini, perpustakaan dituntut dapat berkembang baik dari segi intern meliputi SDM, teknologi, fasilitas, organisasi, layanan dan dari segi ekstern meliputi kerjasama dan promosi. Untuk itu perlu adanya kualitas SDM yang secara awal disiapkan untuk mngemban tantangan tersebut. Dapat berupa pendidikan formal ataupun pelatihan. Sehingga kedepan perpustakaan dapat dijalankan dengan lebih professional.

                                                                                                   By : DC. Yanuargo

No comments:

Post a Comment

Masukan dan Nasihat dari Sobat Pustaka adalah apresiasi untuk kami.