“Mbak!,
tolong map plastiknya jangan di bawa masuk ya.” Ungkapan ini terkadang sering
kita dengar di perpustakaan khususnya antara petugas layanan dengan pemustaka.
Dari hal sederhana itu dapat memunculkan berbagai persepsi baik pada diri
petugas maupun pemustaka sendiri. Dapat sebagai persepsi positif atau
sebaliknya sebuah keterpaksaan yang harus dilakukan.
Pada
diri seorang pemustaka yang terdidik, dalam arti mengerti peraturan dan keadaan
layanan di perpustakaan tersebut, ungkapan seperti di atas akan dirasa biasa saja
bahkan dapat dianggap sebagai sapaan atau wujud perhatian petugas.kepada pemustaka.
Hal ini diperkuat lagi dengan keakraban dan rasa kekeluargaan yang telah lama terjalin
antara petugas dengan pemustaka tersebut. Namun, akan dinilai berbeda bagi
pemustaka yang ini merupakan kali pertamanya mengenal perpustakaan. Jika mereka
awam dengan hal- hal semacam itu., dapat timbul ketidak nyamanan atau rasa
keengganan berkunjung untuk kali berikutnya. Jika hal- hal ini tidak segera
direspon baik oleh para pustakawan khususnya pada bagian layanan, dapat
berimbas pada turunnya citra perpustakaan itu sendiri.
Pada
dasarnya hal demikian itu merupakan suatu bentuk pertentangan tersendiri bagi
petugas, antara menjalankan peraturan (profesionalisme kerja) dengan upaya
menumbuhkan rasa kekeluargaan dengan pemustaka. Peraturan yang sejatinya
bertujuan untuk kelancaran layanan perpustakaan dapat dipandang sebagai wujud
pembatasan ruang gerak pemustaka. Bisa jadi
dikarenakan terlalu kompleksnya peraturan itu atau kurangnya sosialisasi
petugas kepada pemustaka sendiri.
Fenomena
semacam ini sering kita jumpai terutama pada perpustakaan- perpustakaan yang tatarannya
masih berkembang. Namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula pada
perpustakaan- perpustakaan maju jika sikap pustakawan di dalamnya kurang resposible.
Untuk merespon hal semacam ini, pustakawan dituntut memiliki etos kerja
yang unggul. Seperti yang dikemukakan oleh Jansen Sinamo yang dijuluki “ Sang
Bapak Etos Kerja”. dalam bukunya yang berjudul ‘8 ETOS KERJA
PROFESIONAL: Navigator Anda Menuju Sukses” bahwa manusia itu pada dasarnya adalah pencari kesuksesan. Arti
sukses itu sendiri dipandang relatif oleh sebagian masyarakat dari segi
pencapaiannya, namun ada satu hal yang tetap dilihat sama oleh masyarakat dari
zaman apapun yakni cara untuk mencapai kesuksesan dengan 8 etos kerja berikut
ini:
1. Kerja adalah Rahmat: Bekerja Tulus Penuh
Syukur.
Bekerja adalah rahmat yang
turun dari Tuhan, oleh karena itu harus kita syukuri. Bekerja dengan tulus akan membuat kita merasakan rahmat
lainnya sebagai berikut:
·
Kita
dapat menyediakan sandang-pangan untuk keluarga kita dengan gaji yang kita
dapat.
·
Kita
diberi kesempatan untuk bisa bergaul lebih luas serta meningkatkan kualitas
diri ke tingkat yang lebih tinggi hingga kita bisa tumbuh dan berkembang.
·
Kita
bisa memaksimalkan talenta kita saat bekerja.
·
Kita
bisa mendapatkan pengakuan dan identitas diri dari masyarakat dan komunitas.
2. Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung
Jawab.
Amanah melahirkan sebuah sikap
tanggung jawab, dengan demikian maka tanggungjawab harus ditunaikan dengan baik dan
benar bukan hanya sekedar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan
yang didelegasikan kepada kita akan menumbuhkan kehendak kuat untuk melakasanakan tugas
dengan benar sesuai job description untuk mencapai tujuan atau
target yang telah ditetapkan sejak awal sesuai dengan visi dan misinya.
3. Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas
Penuh Integritas.
Dalam konteks pekerjaan,
panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan hendaknya
memenuhi tuntutan profesi. Profesi yang kita jalani untuk menjawab panggilan kita sebagai hakim, dokter, pustakawan dsb. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga
tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh
integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati, segenap pikiran,
segenap tenaga kita secara total, utuh dan menyeluruh.
4. Kerja adalah Aktualisasi: Bekerja Keras
Penuh Semangat.
Aktualisasi
adalah kekuatan yang kita pakai untuk mengubah potensi menjadi realisasi.
Tujuan dari sikap aktual ini adalah agar kita terbiasa bekerja keras dan selalu
tuntas untuk mencapai mimpi dan keinginan kita tanpa merubah diri kita menjadi
pecandu kerja. Ada tiga cara mudah untuk meningkatkan etos kerja keras, yaitu:
·
Kembangkanlah
visi sebagai ilham untuk bekerja keras.
·
Kerja
keras merupakan ongkos untuk mengembangkan diri kita.
·
Kerja
keras itu baik, menyehatkan dan menguatkan diri kita.
5. Kerja adalah Ibadah: Bekerja Serius Penuh
Kecintaan.
Segala pekerjaan yang
diberikan Tuhan kepada kita harus kita syukuri dan lakukan dengan sepenuh hati.
Tidak ada tipe atau jenis pekerjaan yang lebih baik dan lebih rendah dari yang
lain karena semua pekerjaan adalah sama di mata Tuhan jika kita mengerjakannya
dengan serius dan penuh kecintaan. Berbekal keseriusan itu maka hasil yang akan
kita peroleh juga akan lebih dari yang kita bayangkan, begitu pula jika pekerjaan
yang kita lakukan didasarkan oleh rasa cinta. Seberat apapun beban pekerjaan
kita, berapapun gaji yang kita dapatkan dan apapun posisi yang kita pegang akan
memberikan nilai moril dan spirituil yang berbeda jika semua didasari dengan
rasa cinta. Jadi ingat, bekerja serius penuh kecintaan akan melahirkan
pengabdian serta dedikasi terhadap pekerjaan.
6. Kerja adalah Seni: Bekerja Cerdas Penuh
Kreatifitas.
Bekerja keras itu perlu, namun
bekerja dengan cerdas sangat dibutuhkan. Kecerdasan disini maksudnya adalah
menggunakan strategi dan taktik dengan pintar untuk mengembangkan diri,
memanfaatkan waktu bekerja agar tetap efektif dan efesien, melihat dan
memanfaatkan peluang kerja yang ada, melahirkan karya dan buah pikiran yang
inovatif dan kreatif. Hasilnya, tentu saja daya cipta kita bukan hanya
disenangi oleh pemimpin perusahaan tetapi juga oleh orang lain karena semua
yang kita hasilkan itu adalah karya seni.
7. Kerja adalah Kehormatan: Bekerja Tekun
Penuh Keunggulan.
Kehormatan diri bisa kita
dapatkan dengan bekerja. Melalui pekerjaan, maka kita dihormati dan dipercaya
untuk memangku suatu posisi tertentu dan mengerjakan tugas yang diberikan
kepada kita termasuk segala kompetensi diri yang kita miliki, kemampuan dan kesempatan
dalam hidup. Rasa hormat yang terbentuk dalam diri kita akan menumbuhkan rasa
percaya diri yang akan meningkatkan keinginan kita untuk bekerja lebih tekun.
8. Kerja adalah Pelayanan: Bekerja Paripurna
Penuh Kerendahan Hati.
Tahukah Anda kalau ternyata
hasil yang kita lakukan dalam bekerja bisa menjadi masukan untuk orang lain dan
begitu pula sebaliknya. Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan
kontribusi kepada orang lain agar mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan
lebih mudah. Jadi, bekerja juga bisa kita golongkan sebagai salah satu bentuk
pelayanan kita terhadap orang lain.
Disamping etos kerja dibutuhkan, pustakawan harus secara aktif
mengembangkan kemampuan komunikasi berupa dialektika, bahasa tubuh ataupun
mengaplikasikan kajian pemakai sebagai metode pendekatan dengan pemustaka.
Selain itu dari kebijakan perpustakaan sendiri juga berperan besar dalam upaya
pendekatan ini. Antara lain dengan penyusunan peraturan yang berorientasi pada
kenyamanan pemustaka. Selain itu dapat melalui kegiatan pendidikan pemakai yang
secara kontinyu di adakan dan secara kualitas ditingkatkan .
Tidak dipungkiri bahawa usaha semacam ini tentu kurang efektif jika tidak dibarengi dengan iklim pemustaka
yang seimbang. Iklim disini dapat diartikan bermacam- macam mulai dari latar
belakang kepribadian, budaya baca, kesukuan, profesi, jenis kelamin, motifasi, kematangan
mental sampai usia juga berpengaruh. Namun dari berbagai iklim tersebut dapat
dianalogikan bahwa dengan berbagai potensi yang dimiliki pemustaka, akan mudah
dipenuhi jika kebutuhan pemustaka pada waktu itu cepat direspon. Hal ini
berarti sikap tanggap dari petugas menjadi hal yang mutlak.
Kebutuhan pemustaka tersebut tidak berarti secara keseluruhan terpenuhi
jika kondisi pemustaka yang berkunjung relatif banyak. Tentu hal ini juga akan
terbentur pada keterbatasan jumlah petugas yang ada. Informasi yang tepat,
cepat, dan penyampaian yang baik dari petugas dapat mengarahkan pemustaka untuk
mandiri dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Dari paparan diatas dapat ditarik gambaran bahwa antara profesionalisme
kerja dan rasa kekeluargaan yang terjadi
antara petugas dengan pemustaka dapat berjalan searah. Dapat diukur melalui peningkatan
kualitas skill petugas maupun sejauh mana upaya perpustakaan dalam menciptakan
citra baik kepada pemustaka melalui layanan dan peraturannya. Dengan upaya
tersebut secara bertahap akan berimbas pada peningkatan budaya perpustakaan
pada diri pemustaka.
Budaya perpustakaan pada diri masyarakat berdampak pada peningkatan
perpustakaan. Permintaan dan kebutuhan informasi dari pemustaka yang meningkat akan
menjadi tantangan tersendiri bagi perpustakaan sebagai salah satu lembaga
pendidikan bangsa. Perkembangan IPTEK dapat sebagai potensi jika adaptasi perpustakaan
cepat namun menjadi ancaman bila ada ketidaksiapan dari perpustakaan. Di era
sekarang ini, perpustakaan dituntut dapat berkembang baik dari segi intern
meliputi SDM, teknologi, fasilitas, organisasi, layanan dan dari segi ekstern
meliputi kerjasama dan promosi. Untuk itu perlu adanya kualitas SDM yang secara
awal disiapkan untuk mngemban tantangan tersebut. Dapat berupa pendidikan
formal ataupun pelatihan. Sehingga kedepan perpustakaan dapat dijalankan dengan
lebih professional.
By : DC. Yanuargo
No comments:
Post a Comment
Masukan dan Nasihat dari Sobat Pustaka adalah apresiasi untuk kami.