selamat datang **** sugeng rawuh **** ahlan wa sahlan **** http://www.facebook.com/pustakawankaranganyar **** deche.ygo@gmail.com

Sunday, 14 April 2013

Membina Minat Baca: Antara urusan “Perut” dan urusan “Otak”

SERAMBI PERPUSTAKAAN 15 April 2013. Pada tahun 2012 Indonesia nangkring di posisi 124 dari 187 Negara dunia dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), khususnya terpenuhinya kebutuhan dasar penduduk, termasuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan ‘melek huruf’. Indonesia sebagai Negara berpenduduk 165,7 juta jiwa lebih, hanya memiliki jumlah terbitan buku sebanyak 50 juta per tahun. Itu artinya, rata-rata satu buku di Indonesia dibaca oleh lima orang. (http://metro.kompasiana.com/2013/04/06/ciyus-ini-12-fakta-sby-gagal-tingkatkan-minat-baca-548552.html) 15/04/2013:08.38 WIB.
Nah lo.. Dari hasil survei di atas apa yang ada di benak sobat pustaka?
Dengan mengaitkan dengan judul yang kami tulis di atas, tentu dengan kecerdasan sobat pustaka miliki sekalian pasti sudah ada gambaran mengenai apa yang akan kami paparkan. Kalau sudah begitu kami akhiri saja tulisan ini. Hehe…gampang kan nulis itu…inti dari tulisan kan menyampaikan apa yang ada di benak penulis kepada pembaca, tulisan dikatakan berhasil apabila maksud dan gagasan penulis tersampaikan kepada pembaca, dengan kata lain secara esensi apakah tulisan itu banyak atau tidak, formal atau non formal, bagus atau kurang baguis, lengkap atau lengkap itu semua bukan urutan pertama. Nah jadi mari kita menulis, kalau setuju mari senyumnya diperlebar lagi, he..he..haa..ha..haa…
Sudah ya senyumnya, jangan kebanyakan, nanti dikira sobat pustaka lulusan Rumah sakit J*w*. hehe. Baiklah kita kembali ke pembahasan inti. Mengenai hasil survei di atas kami bermaksud ingin menyampaikan bahwa selama kondisi masyarakat masih belum terpenuhi urusan “perutnya” akan menjadi usaha berat bagi kita untuk mengajak masyarakat beralih memikirkan urusan “otak”. Seperti pepatah legendaris “ bagaimana mau membaca? Makan saja susah…”. Coba kalau tidak percaya, silakan anda puasa selama tujuh hari tujuh malam di Gunung Lawu,  lalu silakan belajar Fisika mengenai Hukum Mekanika atau klasifikasi edisi ringkas. Nah, kalau sudah mempraktikkannya silakan kirim testimoninya ke alamat (deche.ygo@gmail.com).
Sobat, itulah realita yang terjadi di negeri kita tercinta, sebagian besar masyarakat masih disibukkan dengan usaha pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya. Namun anehnya, fakta juga menunjukkan bahwa orang yang sudah kaya juga masih sibuk menambah pundi-pundi kekayaannya. Padahal perutnya sudah pada buncit ukuran XXL, hehe. Apalagi kalau kita lihat para pustakawan yang seharusnya menjadi seorang “Duta Baca” masih sibuk mencari berbagai sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagaimana mau konsentrasi membina masyarakat, kita saja masih kontrak? Hehe. Sabar sob, jangan marah-marah tetap kalem ya, maksud kami bukan ngece..karena itulah juga yang saya alami (pengalaman pribadi,hehe). Dengan fakta tersebut, kami hanya ingin mengajak sobat pustaka sekalian mencari solusi bersama, bukan menghakimi atau saling menyalahkan.
Sobat pustaka yang selalu ceria, kita perhatikan kembali bahwa untuk mencari solusi atas permasalahan di atas, tanpa mengetahui akar penyebabnya terlebih dahulu akan mudah tersesat. Ibarat seorang dokter, ia tidak akan dapat mengobati pasiennya selagi belum menemukan penyakitnya terlebih dahulu. Bicara soal penyebab, kami mengklasifikasikannya menjadi dua, yang pertama adalah penyebab fundamental/dasar dan yang kedua adalah penyebab cabang. Penyebab cabang  akan mudah terselesaikan dengan terlebih dahulu menyelesaikan penyebab fundamental. Kita kembali pada kasus dokter, ketika ada seorang pasien yang memeriksakan sakitnya, ternyata di temukan oleh sang dokter bahwa si pasien mengidap penyakit demam berdarah, panas badannya, nyeri di ulu hati, dan kadas kurap di sekitar leher. Pertanyaannya, langkah pertama apakah yang dilakukan oleh sang dokter tersebut ketika ingin menyembuhkan pasiennya? A. Mentranfusi trombosit dan membunuh virus dengue pada pasien,  B. Membedah perut pasien untuk mengetahui penyebab nyeri di sekitar ulu hati. C. Memberikan salep anti kadas-kurap di leher pasien. Tentu sebagai seorang Dokter sejati, akan memilih opsi (A). Pertanyaannya adalah kenapa dokter memilih opsi (A)?, tentu karena panas, nyeri di ulu hati, kadas-kurap adalah salah satu perkara cabang dari penyakit Demam Berdarah. Eh..ada yang aneh ya? Kadas-kurap apakah memang termasuk gejala DB?hehehe. Sabar sob, begini ceritanya, ketika si pasien demam, ia kemudian malas mandi, akibatnya kenalah penyakit kadas-kurap di lehernya, jadi walaupun sobat pustaka sakit kalau bisa tetap rajin Siben/ cuci mukalah minimal, hehe.
Baiklah sob, begitulah seharusnya ketika kita mau mengobati penyakit rendahnya minat baca di negeri kita. Kita harus menemukan terlebih dahulu akar masalahnya. Dengan berhasil menemukan akar permasalahannya, perkara cabang akan mudah kita selesaikan. Untuk itu mari kita fokus bersama-sama untuk menyelesaikan perkara fundamental rendahnya minat baca di negeri kita. Kenapa harus bersama-sama? Kenapa tidak loe aja sih, kan yang bikin gara-gara eloe?.  Jawabannya adalah karena ini persoalan masyarakat, bukan persoalan individu, sehingga penyelesaiannya pun tidak dapat hanya oleh perseorangan.  Pertanyaan selanjutnya kenapa ini adalah persoalan masyarakat? Bukankah rendahnya minat baca itu karena individunya sendirilah yang malas membaca? Jawabannya adalah memang benar faktanya begitu sob, namun hal itu benar manakala individu yang malas baca itu dapat kita hitung dengan jari kita. Namun ketika kita mengetahui bahwa rendahnya minat baca ini ternyata hampir menyelimuti individu seantero tanah air ini . Atinya apa? bahwa ini bukan masalah individu, namun jatuh pada perkara sistemik. Untuk itu diperlukan kerja kolektif untuk mengatasi persoalan ini.
Kembali ke persoalan pertama yang harus kita pecahkan bersama, yaitu menemukan akar permasalahan rendahnya minat baca di tanah air kita ini. Seperti judul yang kami kemukakan di atas, bahwa negeri kita ini masih bermasalah akan urusan “perut”. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa urusan “otak” merupakan urusan cabang sedangkan urusan “perut” adalah perkara utama. Artinya ketika urusan “perut” masyarakat masih belum jelas, maka masyarakat akan sulit untuk melirik urusan “otak” (minat baca). Dari kesimpulan ini kita akan bertanya bahwa urusan “perut” masyarakat itu kan adalah urusan pemerintah?. Memang tanggung jawab urusan “perut” adalah urusan pemerintah, namun setelah kita ketahui bersama bahwa untuk meningkatkan minat baca masyarakat, akan menjadi hal sulit apabila masyarakat kita masih terabaikan urusan “perut” mereka. Apabila kita nekat menerobos kaidah ini, mungkin saja dapat berhasil meningkatkan minat baca masyarakat tanpa repot-repot mengurusi urusan “perut” mereka. Namun sob, kembali lagi pada kaidah permasalahannya, ketika kita tidak mau menyelesaikan akar penyebabnya, secanggih dan sekeras apapun usaha kita akan menjadi sia-sia ketika akar penyebab rendahnya minat baca belum terselesaikan.  Setelah mulai tertarik membaca, Masyarakat akan kembali sibuk pada urusan “perut mereka” karena urusan “perut” menyangkut hidup-matinya seseorang. Dengan kata lain, tanpa ‘urusan otak’ pun ketika urusan “perut” seseorang terpenuhi ia akan tetap hidup, begitu pula kebalikannya.
Dengan melihat fakta mengenai tingkat baca masyarakat di dunia ini, pasti didominasi oleh negeri yang tingkat kemakmurannya di atas rata-rata. Kenapa? Karena seperti kaidah di atas, bahwa tingkat baca masyarakat di suatu negeri tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kemakmuran masyarakatnya. Dengan begitu kami ingin manyampaikan kepada sobat pustaka sekalian, ketika kita ingin meningkatkan minat baca di negeri ini, mustahil akan efektif tanpa memikirkan masalah tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai seorang pustakawan yang bertanggung jawab akan minat baca di masyarakatnya, tentunya jangan melepaskan diri dari urusan poliitik. Seorang pustakawan harus melek “Politik”, karena dengan mengetahui urusan politik, pustakawan dapat membaca situasi dan penyebab rendahnya kesejahteraan masyarakat di negeri kita. Pustakawan, masyarakat, dan pemerintah tentu berkewajiban mencari solusi atas permasalahan kesejahteraan di negeri kita ini, dengan terselesaikannya persoalan ini dapat dipastikan akan meringankan seorang pustakawan ketika ia membina minat baca di masyarakat, meringankan seorang Guru ketika mencerdaskan anak didiknya, meringankan pihak keamanan dalam mengamankan wilayahnya.
Ok sob, sementara sampai disini perjumpaan kita dalam tema “membina minat baca: antara urusan perut dan urusan otak” mohon maaf ya atas salah-salah kate aye semoga dapat membawa perubahan untuk negeri kita tercinta ini. insyaalLah jika masih diberi kesempatan oleh Allah, kita berjumpo lagi.
Salam Pustaka [D.C. yanuargo]

No comments:

Post a Comment

Masukan dan Nasihat dari Sobat Pustaka adalah apresiasi untuk kami.