selamat datang **** sugeng rawuh **** ahlan wa sahlan **** http://www.facebook.com/pustakawankaranganyar **** deche.ygo@gmail.com

Sunday 22 December 2013

Tropenmuseum Tutup


Tropenmuseum adalah salah satu museum terbesar di Amsterdam, dengan kapasitas delapan eksibisi permanen dan beberapa seri eksibisi temporer, termasuk karya fotografi modern dan tradisional. Tropenmuseum dimiliki dan dijalankan oleh Royal Tropical Institute, sebuah yayasan yang mensponsori penelitian tentang budaya tropis di seluruh dunia. Museum ini memiliki 176.000 pengunjung pada tahun 2009.
Frederick van Eeden, sekretaris Maatschappij ter bevordering van Nijverheid (Masyarakat untuk Promosi Industri) mendirikan Museum Kolonial di Haarlem pada tahun 1864, dan membukanya kepada publik pada tahun 1871. Museum ini didirikan untuk menunjukkan kepemilikan Belanda di luar negeri dan penduduknya seperti Indonesia. Pada tahun 1871 lembaga tersebut mulai melakukan penelitian untuk meningkatkan keuntungan yang didapatkan dari tanah-tanah koloni. Kegiatan tersebut dilakukan antara lain untuk mengembangkan sarana peningkatan produksi biji kopi, rotan, dan parafin.
Museum ini berada di bawah pengaruh para etnolog, yang memfokuskan informasi tentang ekonomi, tata krama, dan adat istiadat penduduk. Pada tahun 1926, museum pindah ke Amsterdam, menempati gedung yang hingga sekarang masih digunakan. Pada saat itu museum memiliki 30.000 benda dan sejumlah besar koleksi foto.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, ruang lingkup museum berubah dari koloni Belanda ke banyak wilayah kolonial di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Pada tahun 1960 dan 1970-an Ministerie van Buitenlandse Zaken (Departemen Luar Negeri) mendorong museum untuk memperluas ruang lingkup pada isu-isu sosial seperti kemiskinan dan kelaparan. Pada awal 1970-an sebuah sayap baru untuk anak-anak telah ditambahkan. Sayap ini sekarang disebut Tropenmuseum Junior.

Museum Antropologi di Amsterdam, Belanda, Tropenmuseum terancam tutup lantaran penghematan dana pemerintah Belanda. Sebagaimana warta dari laman Radio Nederland pada Senin (17/10/2011), pemerintah Belanda menghentikan subsidi bagi Koninklijk Instituut voor Tropen (KIT) mulai 1 Januari 2013. Museum sohor itu berdiri sejak 1864.
Berita penghematan ini mengejutkan bagi baik institut berusia lebih dari 100 tahun maupun pihak luar. Menurut Direktur KIT Lejo Schenk, penghentian subsidi berdampak pada 'marketing BV Belanda'. "Orang-orang yang pergi ke luar negeri untuk bekerja, datang ke institut Tropen untuk mempersiapkan tinggal di negera lain," katanya sembari menambahkan kalau KIT adalah bagian penting dalam kerja sama pembangunan.
Di Belanda, orang biasa mengenal KIT terutama dari Tropenmuseum. Pameran permanen mengenai budaya Afrika, Hindia dan Karibian yang diselingi eksposisi pendek seperti misalnya pameran anak-anak mengenai China Qi atau aliran energi dalam tubuh kita adalah beberapa agenda museum tersebut.
KIT juga memiliki perpustakaan besar internasional dan teater tempat publik umum bisa menikmati pertunjukan budaya beraneka ragam mulai dari nyanyian sampai tarian tango dari Argentina.
Tak cuma itu, KIT juga mempunyai proyek di luar negeri. "Kami aktif di enam puluh negara. Kami membangun museum di Indonesia, bekerja sama dengan museum nasional di Vietnam, Yaman dan punya proyek di Ghana serta Antilia Belanda," kata Schenk lagi.

Ia melanjutkan, kini ada kerja sama dengan Mauritius untuk merenovasi koleksi di pulau tersebut. Di Suriname, Tropeninstituut terlibat dengan museum anak di Villa Zapakara. Belum jelas bagaimana nasib proyek-proyek serupa yang didanai oleh anggaran kerja sama pembangunan, dan sisanya ditanggung oleh negara itu sendiri.
Lejo Schenk mengatakan tahun depan semua masih berjalan seperti biasa. Sementara itu, masih dicari sumber dana lain bagi kerja sama pembangunan. Kemungkinan agar Tropenmuseum bisa menjalin hubungan dengan museum lain yang berorientasi pada budaya non-Barat seperti misalnya museum Afrika dan Museum van Volkenkunde atau Etnologi juga dilihat.
Instutut Tropen sekarang masih memiliki anggaran tahunan sebesar 50 juta euro. Di samping 20 juta uang subsidi, pendapatan berasal dari penjualan karcis masuk, kerja sama dengan perusahaan, pemerintah lain dan organisasi dalam dan luar negeri.
Berhemat
Sebelum kebijakan terhadap Tropenmuseum muncul, pemerintah Belanda mengumumkan tahun lalu bahwa banyak yayasan akan kehilangan sebagian atau seluruh anggaran keuangan mereka.
Anggaran Belanda bagi kerja sama pembangunan menjadi lebih sedikit. Jumlah organisasi pembangunan akan turun drastis. Sehingga serangkaian proyek pembangunan juga akan terhenti.   Selain itu, kebijakan terkait duit itu membuat sembilan kedutaan harus ditutup. Lalu, bidang pertahanan harus memotong anggaran sebesar 635 juta euro sehingga membahayakan kelanjutan misi internasional.    Bidang seni dan budaya harus melakukan penghematan sehingga pelbagai museum, kelompok teater, dan orkestra yang berorientasi internasional akan merasakan dampaknya. Radio Nederland yang banyak memberikan siaran dan menyediakan situs internasional harus kehilangan 70 persen anggarannya.
Syok, itu yang dirasakan Pim Westerkamp konservator Asia Tenggara pada Tropenmuseum ketika mendengar berita museumnya tidak akan menerima subsidi lagi. Tropenmuseum jelas tidak bisa menerima keputusan pemerintah Belanda dan akan berusaha melawan langkah itu.
Setelah penghematan pada KITLV (perpustakaan dengan koleksi literatur Indonesia terbesar di dunia, Red) dan Museum Volkenkunde Leiden, kini giliran Tropenmuseum.

Indonesia
Imbas kendala dana juga terasa di Indonesia, kata Pim Westerkamp menjelaskan. Subsidi yang selama ini diberikan kepada Tropenmuseum juga digunakan untuk kerja sama dengan instansi di Indonesia. Sebagai contoh Pim menyebut museum DKI Jakarta. "Atau untuk mendirikan museum di Sintang, Kalbar. Dan sekarang masih ada proyek dengan UGM di Yogyakarta untuk mendirikan studi museologi. Kerja sama itu juga terancam berhenti," tuturnya.
Lalu bagaimana dengan koleksi besar benda-benda dari zaman kolonial dulu?
Pim mengatakan pihak Tropenmuseum akan terus melawan keputusan pemerintah. Mereka akan mencari dana dari pihak lain. Jadi mereka saat ini belum terpikir Tropenmuseum akan ditutup.
Tropenmuseum dianggap salah satu museum paling populer di Belanda, bahkan salah satu museum sangat maju di dunia. Banyak perwakilan museum dari luar negeri datang melihat bagaimana cara Tropenmuseum menata pameran.
"Keputusan pemerintah sangat aneh, melihat adanya hubungan erat dengan Indonesia. Itu tidak mungkin berhenti, tiba-tiba dalam satu tahun," tambah Pim lagi.
Pihak Tropenmuseum sadar akan menghadapi periode sangat sulit. "Kami tidak bisa menerima Tropenmuseum, atau Tropentheater atau perpustakaan akan ditutup. Itu tidak mungkin, sebab ada begitu banyak kepentingan yang nanti akan berhenti kalau memang akan ditutup," demikian Pim Westerkamp.
Kaget
Sementara itu, Dani Pradaningrum Mijarto, pengamat heritage Indonesia-Belanda, sangat kaget mendengar keputusan pemerintah Belanda menghentikan subsidi untuk Tropenmuseum. "Kaget yang banget gitu loh. Apakah krisis ini sampai sedemikian menjatuhkan image Belanda sebagai negara yang benar-benar mempertahankan heritage mereka," kata Dani.
Kalau Tropenmuseum sampai ditutup, hal itu akan merupakan kiamat bagi Indonesia menurut Dani. "Saya lebih suka Tropenmuseum tetap dibuka dan barang-barang kita yang mungkin saja bangsa Indonesia tidak bisa merawat, ya tetap di situ," tuturnya.
Menurut Dani sangat mungkin koleksi Tropenmuseum dipindahkan ke Indonesia. Namun, ia meragukan apakah Indonesia mampu merawatnya. Banyak sekali koleksi yang sudah ada di Indonesia terbengkalai.
"Nanti kemudian ada tambahan sekian ribu lagi dari Tropenmuseum ke Indonesia. Indonesianya bukan hanya Jakarta, tapi juga mungkin harus kembali ke Kalimantan, Jawa Tengah, yang mereka pun kesulitan dana. Kita kan masih memikirkan sandang pangan," ujar Dani.
Dani mengaku khawatir kelanjutan kerja sama yang selama ini sudah terjalin antara kedua negara. Ia cemas bantuan Belanda di bidang pelatihan, konservasi, konsultasi terkait heritage dan SDM akan dihentikan. "Bantuan-bantuan itu masih sangat perlu, karena urusan heritage sangat mahal," ujarnya.
"Indonesia belum mampu menangani sendiri peninggalannya. Kalau memang sudah mampu, ya hentikan saja dari kemarin-kemarin bantuan dari Belanda atau Amerika. Buktinya, mereka mengurus wayang, minta dari kedutaan Amerika," demikian Dani Pradaningrum Mijarto.
Dari Berbagai Sumber : DCY

No comments:

Post a Comment

Masukan dan Nasihat dari Sobat Pustaka adalah apresiasi untuk kami.